MUKA surat al-Quran yang ditulis dengan darah Saddam Hussein.
BAGHDAD - Pemerintah Iraq buntu memikirkan apa yang sepatutnya dibuat berhubung kitab suci al-Quran yang ditulis dengan menggunakan 24 liter darah bekas Presiden Iraq, Saddam Hussein (gambar), lapor sebuah akhbar semalam.
Kitab al-Quran setebal 650 muka surat itu kini disimpan di sebuah kamar berkunci di sebuah masjid yang dikenali sebagai 'Ibu Segala Peperangan' di sini.
Empat menara masjid berkenaan menyerupai laras raifal AK-47 manakala empat lagi menara mirip peluru berpandu Scud.
Saddam dipercayai memulakan projek al-Quran itu sebagai tanda kesyukuran selepas anak lelakinya, Uday terselamat daripada percubaan untuk membunuhnya.
Ia ditulis oleh seorang ahli kaligrafi, Abbas Shakir Joody al-Baghdaddi yang dilantik oleh Saddam.
Kitab al-Quran itu ditulis dengan menggunakan darah yang didermakan oleh Saddam selama tiga tahun.
Sementara itu, Presiden Majlis Pentadbiran Iraq mahu semua barang yang berkaitan dengan Saddam termasuk kitab suci tersebut dimusnahkan.
Namun, Ali al-Moussawi yang merupakan jurucakap Perdana Menteri, Nouri al-Maliki berkata, al-Quran itu perlu disimpan bagi mengingatkan rakyat mengenai kekejaman Saddam.
Saddam yang memerintah dari tahun 1979 hingga 2003, mati dihukum gantung selepas dia ditangkap askar-askar Amerika Syarikat (AS) yang menceroboh Iraq. Saddam dihukum mati selepas didapati bersalah melakukan jenayah kemanusiaan.- Agensi
Al-Quran dengan Tinta Darah Saddam Hussein Jadi Kontroversi di Iraq
Sebuah surat kabar Inggris mengungkapkan kontroversi telah terjadi di Irak terkait salinan Al-Quran yang di tulis dengan darah Saddam Hussein.
Selama dua tahun yang melelahkan di akhir 1990-an, Saddam Hussein duduk teratur dengan seorang perawat dan seorang kaligrafi Islam; dan mengambil sekitar 27 liter darahnya dan menggunakannya sebagai tinta untuk menuliskan Al Qur'an.
Namun sejak jatuhnya Baghdad, hampir delapan tahun yang lalu, hasil karya 'mengerikan' ini hilang dari pandangan - terkunci di balik tiga pintu berkubah. Dan Al-Quran ini adalah satu bagian dari warisan mantan tiran yang pemerintah Irak sekarang benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan warisan 'berharga' tersebut.
Kubah di masjid besar di Baghdad tetap terkunci selama tiga tahun terakhir, menyimpan 114 surat dari kitab suci umat Islam yang tak terlihat - sementara mereka yang menjalankan pemerintahan Irak saat ini telah bersusah payah memproses sisa-sisa kebudayaan lainnya dari 30 tahun pemerintahan Saddam dan partai sosialis Ba'ath.
"Apa yang ada di sini adalah tak ternilai harganya, bernilai jutaan dolar," kata Syaikh Ahmad al-Samarrai, kepala pendanaaan anugrah Sunni, yang berdiri di dekat menara menjulang tinggi masjid barat Baghdad yang oleh Saddam dinamakan "Ibu dari Segala Perang". Di belakangnya terlihat mushaf Al Qur'an, yang ditulis dengan menggunakan darah Saddam sendiri.
Bahkan untuk sampai ke titik ini - langkah terakhir sebelum memasuki kubah terlarang - telah menjadi proses yang berbelit-belit.
Di satu sisi pemerintah telah melakukan semua yang bisa untuk mencegah akses ke peninggalan Saddam. Rezim yang dipimpin Syiah sangat sensitif terhadap munculnya kembali setiap simbol yang mungkin mengangkat sisa-sisa peninggalan Ba'athist dan Saddam.
Dan kemudian ada kaum Sunni sendiri, yang takut adanya tekanan pemerintah jika mereka membuka pintu tempat menyimpan Al-Quran darah Saddam dan ketidaksetujuan jika mereka memperlakukan Al-Qur'an tersebut dengan tidak semestinya.
"Hal ini sebenarnya salah untuk melakukan apa yang dia lakukan, dengan menulis Al-Quran menggunakan darah," kata Syaikh Samarrai. "Ini adalah haram."
Meskipun demikian, Syaikh Sammarai mengatakan ia bertindak sebagai pelindung dokumen tersebut selama kekacauan yang menyusul adanya invasi pimpinan Amerika tahun 2003, menyembunyikan Al-Quran darah tersebut di rumahnya.
"Saya tahu Al-Quran ini akan banyak dicari dan kami membuat keputusan untuk melindunginya. Tetapi melihat ini sekarang menjadi tidak mudah. Ada tiga kunci dan tidak satupun dari mereka disimpan di satu tempat. Saya punya satu, kepala polisi di wilayah ini juga memiliki satu kunci dan kunci ketiga terdapat di Baghdad. Harus ada keputusan komite untuk membiarkan Anda masuk ke dalam ruangan penyimpanan Al-Quran darah ini."
Abbas Shakir Joody al-Baghdadi adalah kaligrafer yang ditugaskan untuk menuliskan Al-Qur'an dengan tinta darah Saddam. Dia duduk bersama dengan Saddam selama dua tahun setelah menerima panggilan telepon dari penguasa tiran tersebut.
Saddam, pada saat itu, telah memutuskan untuk kembali memeluk agama Islam setelah anaknya sulung, Uday, selamat dari upaya pembunuhan.