16/03/13

Kisah Mualaf Di Mexico



Tanggal 15 Disember 2008 menjadi hari yang bersejarah bagi Lucia, gadis Mexico yang lahir dan besar di Mexico City. Pada hari itu, Lucia membuat keputusan besar dalam hidupnya, dia mengucapkan dua kalimah syahadat dan menjadi seorang muslimah.

“Itu adalah hari pertama saya menerima Islam dalam hidup saya,” kata Lucia.

Mexico adalah negara yang unik dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Amerika Selatan. Negara ini merupakan perpaduan antara budaya pra-Hispanik, tradisi dan keyakinan dengan budaya dan agama orang-orang Sepanyol. Jumlah penduduk Mexico lebih dari 100 juta orang, tapi jumlah Muslim di negara ini relatif sedikit, hanya sekitar 3.000 orang. Katolik menjadi agama majorati di Mexico

“Meski orang-orang Mexico adalah orang-orang yang hangat, terbuka dan boleh menerima siapa saja, tapi kami agak sukar jika sudah membicarakan masalah agama,” ujar Lucia.

Lucia mengungkapkan, dia pertama kali mengenal Islam melakui seorang sahabat karibnya ketika menjalani tahun-tahun pertama sebagai mahasiswi di sebuah universiti. Nama sahabatnya itu Navide, asal Afghanistan.

“Dia kata dia datang ke Mexico kerana tertarik dengan budaya kami dan bahasa Sepanyolnya yang ‘seksi’. Ketika ia mulai membicarakan tentang Islam, saya harus mengakui, rasanya seperti jatuh cinta pada pandangan pertama. Saya kagum dengan kesederhanaan yang indah, yang diajarkan Islam …”

“Tidak seperti ajaran Katolik, Islam tidak mengajarkan dogma. Islam tidak memaksa orang masuk Islam, tapi Islam memberikan Anda dasar-dasar yang kuat untuk meyakini Islam. Islam tidak memberikan idea-idea yang kadang tanpa makna bagi manusia. Selain itu, Islam mengajarkan toleransi dan kasih sayang pada seluruh umat manusia, tanpa melihat latar belakang kaum, agama dan keyakinannya,” tutur Lucia mengungkapkan kekagumannya pada Islam.

Meski demikian, ketika itu masih ada keraguan di dalam hatinya. Lucia pun mulai mencari tahu sendiri dengan membeli buku-buku tentang sejarah Islam, masyarakat Islam, ajaran dan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam. Selain dari buku, Lucia juga cuba mengakses internet dan menemukan banyak informasi tentang Islam di dunia maya.

“Saya tidak tahu dari mana harus memulai. Navide menyarankan agar saya cuba bergaul dengan komunitas Muslim. Masalahnya, saya juga tidak tahu dimana bisa bertemu dengan komuniti Muslim di Mexico,” Lucia mengungkapkan kesulitannya di awal ia ingin mengenal Islam lebih jauh.

Lucia akhirnya memilih jejaring sosial untuk melakukan kontak dengan komuniti Muslim. Cara ini, menurut Lucia, cukup menarik, tapi ia mengaku agak kecewa karena menemukan beberapa orang yang bersikap tidak ramah begitu tahu Lucia bukan seorang muslim.

Pengalaman itu tidak membuat Lucia mundur, dia terus mencari informasi dimana boleh menemukan komuniti Muslim tempat dia boleh belajar banyak tentang Islam.

Akhirnya, Lucia menemukan seorang Muslim bernama Sajad yang kemudian menjadi sahabatnya. Dengan Sajad yang sekarang tinggal di England, dia boleh menghabiskan waktu berjam-jam membicarakan banyak hal, termasuk tentang Islam.

Dalam sebuah perbincangan, Sajad membuat Lucia menyedari bahawa hidup ini ibarat melihat refleksi diri kita dalam sebuah kolam. “Pertama, kita hanya melihat pantulan wajah kita, lalu kita menyedari bahwa banyak mahkluk yang ada hidup di dalam dan di luar kolam. Ada angin yang bertiup, ada matahari yang bersinar … Islam, buat saya seperti mendapatkan kesadaran itu,” imbuh Lucia.

Semakin banyak membaca tentang Islam, Lucia makin menyukai ajaran Islam. “Saya juga seorang ilmuwan, dengan ilmu pengetahuan saya mendapat kesempatan untuk merenungkan makna kehidupan, dan bagaimana semua yang ada di bumi ini bekerja. Saya mendapat kesempatan untuk berkontemplasi, menganalisa dan bertanya pada diri sendiri tentang detil kehidupan sampai yang sekecil-kecilnya, banyak orang yang tidak menemukan jawabannya. Tapi begitu ada jawabannya, ribuan pertanyaan lain menyerbu,” tutur Lucia.

Ia melihat perbezaan antara ajaran Katolik dan ajaran Islam. Di agama Katolik, segala sesuatunya terkesan dirahsiakan. Sedangkan Islam, agama ini mengajarkan manusia untuk mencari ilmu dan kebenaran. “Ajaran ini saya sebut, sangat cocok dengan gaya hidup kemusliman saya,” tegas Lucia.

Hidayah itu Akhirnya Datang Juga

Ia mengakui pernah ragu apakah akan masuk Islam atau tidak, kerana khuatir akan pandangan orangtuanya dan orang-orang sekitar yang mengenalnya. Lucia masih belum yakin akan seperti apa reaksi mereka jika tahu dia menjadi seorang muslim.

“Harus saya akui, sulit bagi saya mengesampingkan semua kekhuatiran itu. Fikiran saya jadi kacau. Saya sedih dan bingung,” ungkap Lucia.

Di tengah kegundahan dan kerisauan itu, Lucia menyedari bahawa manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Manusia kadang memikirkan soal hari esok, padahal belum tentu hari esok itu datang untuknya. Lucia merasa ia harus mengubah hidupnya.

Setelah merenungkan semuanya, malam hari Lucia menghubungi Sajad dan mengatakan keinginannya untuk masuk Islam. Sajad juga yang membimbing Lucia mengucapkan syahadat keesokan harinya.

“Setelah itu, rasa takut dan khuatir dalam diri saya hilang. Dan saya akhirnya tahu bahawa rasa takut itu yang membuat saya ragu untuk meraih apa yang saya inginkan,” ujarnya.

Seminggu kemudian, Lucia berusaha sendiri mencari masjid yang ada di Mexico City. Ia ingin mengucapkan syahadat secara rasmi. Keluarga Lucia terkejut mendengar apa yang ingin dilakukan puterinya, mereka memutuskan untuk tidak ikut Lucia ke masjid. Sebuah situasi yang sulit bagi Lucia kerana dituding telah menerima sesuatu yang bukan budaya orang Mexico.

Hari itu, 15 Januari 2008, Lucia berasa di sebuah apartemen kecil yang berfungsi sebagai masjid. Ia mengucapkan syahadat di sana dan diberi nama Islam, Noor Sabiya.

Setelah resmi menjadi seorang muslimah, Lucia belajar solat. Ia merasa kedamaian dalam hatinya setelah masuk Islam. Apalagi ia bertemu dengan teman baru. “Tapi yang paling penting buat saya, akhirnya saya menemukan tempat yang saya inginkan, tempat itu saya temukan dalam Islam,” katanya